Sunday, June 14, 2009

Pink Dress

Trisha memandang heran sebuah kotak besar berhiaskan pita ungu muda yang diberikan Mbok Narti. Katanya dititipkan oleh seorang laki-laki.
"Nggak tahu, Non! Dia pakai topi sama kacamata hitam," kata Mbok Narti. Trisha membuka amplop kecil yang diselipkan di bagian atas pita.

Ini hadiah untukmu. Happy birthday Dearest Trisha!
From Ur Secret Admire

Begitu isi surat itu. Trisha tambah heran. Ulang tahun? Rasanya terlalu cepat. Ulang tahunnya masih tiga hari lagi! Setelah menimbang-nimbang, Trisha mencoba membuka kotak itu. Ia melakukannya pelan-pelan dan hati-hati. Rasa berdebar dan deg-degan menyertainya.
Tidak disangka, isinya adalah gaun warna pink terlipat rapi didalamnya. Ada catatan tertera di atas gaun itu.
"Dress? Siapa yang ngirim ginian ke aku?" Tanya Trisha dalam hati. Ia mengambil dress-nya itu dan membentangkannya. Dress itu warna pink, sepanjang mata kaki, lengkap dengan hiasan bunga di sebelah kanan pinggang. Ada sebuah bando pink lucu tersembunyi di bawah dress itu.
"Aneh deh! Tapi dress ini sweet banget... Kebetulan aku belom ada dress buat acara ultah nanti!" Gumam Trisha mengagumi dress itu. Setelah menaruh dress itu di kasur, ia mengambil catatan yang tadinya ada di atas dress-nya.

Dearest Trisha,
Kalo kamu mau tau siapa yang ngasih dress ini,
cari tau di pesta kamu nanti. I'll be right there
waiting for you.
Ur Secret Admire

Trisha yang sudah happy, gara-gara membaca kertas itu kembali bingung. Ia terus berpikir keras sampai pesta ulang tahunnya tiba. Ia masih penasaran siapa yang mengirim dress itu. Tetapi ia tetap memakainya di pesta.
Teman-temannya memuji dress yang dipakai Trisha. Apalagi teman se-ganknya, Jenisa, Tiwi, Arintha dan Beatrice.Trisha hanya mengulum senyum misterius mendengar segala komentar dan pujian mereka.
Tiba-tiba Farel, cowok pujaan hati Trisa=ha menepuk pundak Tridha sambil memuji betapa cantiknya ia malam itu. Trisha yang sama sekali tidak menduga serasa terbang menembus tujuh lapis langit menuju surga. Ia menduga bahwa Farel-lah yang memberinya dress itu.
Setelah acara ini-itu selesai, tiba saatnya acara dansa. Trisha langsung mengajak Farel sebagai pasangan dansanya. Farel tidak menolak. Semua yang datang di pesta itu berdansa, kecuali Vincent, sahabat Trisha. Ia sibuk merekam moment indah Trisha dengan handycam.
Saat berdansa, Trisha mencoba memberanikan diri bertanya.
"Rel, kamu ya, yang ngasih dress ini ke aku? Makasih, ya! Sweet banget!" tembak Trisha langsung. Farel tampak kebingungan.
"Hah? Nggak! Aku nggak ngasih kamu dress!" Katanya. Trisha jadi bingung sendiri. Lalu tertangkap dalam pandangannya, sosok Vincent yang enggan meng-shoot Trisha sejak tadi. Bagai tersengat listrik Trisha langsung sadar.
"O-ooh, gitu ya... Eehm, sori ya! Aku... Kesana dulu!" Kata Trisha meninggalkan Farel dan menuju Vincent.
"Vinct!" Panggil Trisha. Vincent menoleh sebentar.
"Ya?"
"Kamu ya yang kasih dress ini ke aku?"
Vincent diam sejenak.
"Hmmph," katanya mengangguk.
"Jadi kamu secret admire aku?" Kata Trisha tanpa tedeng aling-aling.
"Ya," jawab Vincent malu.
"aku nggak bilang karena takut. nanti kalo aku bilang kita..." Kata Vincent.
"Nggak jadi sahabat lagi?"
vincent mengangguk malu.
"Kamu nih..."
"Yah habis kan..."
"shut up and dance with me!" Kata Trisha sambil menarik tangan Vincent ke lantai dansa. Mereka pun berdansa dengan mesra...


The End.......................

Wednesday, June 03, 2009

Rondo Ala Turca 3

Hari-hari menuju pementasan sudah dekat, aku semakin rajin berlatih. Aku sudah tidak banyak salah, tetapi aku tetap saja berlatih dengan giat, sampai-sampai tanganku merah-merah. Tetapi aku berusaha mengacuhkannya. Aku tidak mau malu di depan Theo dan semua penonton, juga semua yang mengharapkanku.

Hari ini, aku gladiresik di JHCC. Aku disuruh memainkan Rondo Ala Turca di panggung bersama seorang anak laki-laki. Pertama aku dan dia hanya diam seribu bahasa. Lalu tak lama, dia menuju ke arahku sambil mengajak berkenalan.
"Aku Theo," Katanya.
"Aku Thea," Balasku sambil tersenyum. Ia balas tersenyum, lalu kami mengobrol. Theo anaknya asyik juga. Kami nyambung. Kami sama-sama suka Beethoven, dan Rondo Ala Turca. Kami sedang mengobrol tentang Swan Lake saat Kak Yasser memanggil kami untuk berlatih.
Latihannya sukses dan berhasil bagus sekali. Kami diperbolehkan pulang. Di tempat parkir aku melihat Theo dijemput oleh laki-laki kurus yang tinggi. Mukanya mirip dengan Theo. Ayahnya mungkin? Ah, terlalu muda. Mungkin kakaknya.
Aah, lebih baik aku tidur saja di mobil. Aku capai sekali!

* * *

Akhirnya, hari pementasan datang juga. Aku memakai long dress biru muda yang anggun sekali. Dan rambutku digerai. Aku memakai sepatu berhak tiga centi. Theo memakai pakaian model tuxedo hitam.
"Thea, kamu tegang nggak?" Tanyanya.
"Mmm..." Gumamku. Pasti tegang, lah! Penontonnya saja banyak banget. Gimana kalau salah menekan tuts piano? Gimana kalau lupa nadanya bagaimana?
"Aku tegang banget nih!" Kata Theo lagi, mukanya memerah bersemangat. Huh, dia kok bisa sih, kayak gitu? Aku saja merasa tidak mampu tersenyum lagi. Aku merasa ujung rambutku bergetar saking tegangnya. Aku mencoba menepis rasa tegang itu.
"Ya, sekarang kami persembahkan kolaborasi biola dan piano dengan lagu Rondo Ala Turca. Kami persilahkan, piano oleh Giska Althea dan Theo Ardipradja kelas biola!" Kata MC, mempersilahkan kami maju kepanggung. Aku dan Theo saling mengangguk dan maju ke panggung bersama.

PLOK PLOK PLOK PLOK!!!!
Suara tepukan tangan penonton terdengar menggemuruh di Hall C, Jakarta Hall Convention Center. Rasanya aku makin grogi. Tetapi setelah berdoa berkali-kali dalam hati, aku merasa bisa. Aku dan Theo berpandangan, tersenyum dan mengangguk, lalu mulai memainkan lagu Rondo Ala Turca.
Alhamdulillah aku dapat memainkannya dengan baik. Kulihat Theo agak gemetar dan grogi, jadi kucoba tersenyum kepadanya. Beruntung ia melihat tindakan support dariku, jadi aku bisa kembali berkonsentrasi pada permainanku.
Singkatnya, kami berhasil memainkan Rondo Ala Turca dengan baik. Kami penampilan terakhir, jadi setelah selesai, kami disuruh untuk tidak turun dari panggung. Beberapa orang melempar setangkai mawar ke panggung. Theo memungut dan mengumpulkannya, dan memberikannya pada Bu Rona.
"Ya... Semua pelaku pertunjukan harap naik ke panggung," Kata MC. Semua pelaku pertunjukan pun naik, termasuk Kakakku, Kak Nadin.
"Kami akan memberikan sebuah piala Best Performance," Kata MC. Kak Yasser, Bu Rona dan beberapa guru lainnya naik ke panggung membawa piala perak yang sedang.
"Dan yang berhak membawa pulang piala ini adalah..."
Aku tahu, pasti bukan aku.
"GISKA ALTHEA!!!" Teriak MC. Sekali lagi terdengar riuh tepuk tangan para penonton. Aku spontan langsung menutup mulutku. Sedangkan yang lain menepuk dan mendorongku agar maju ke depan.
"Thea! Kamu menang! Best Performance!" Seru Theo sambil meninju udara. Aku menerima piala itu. Seorang penonton menyerahkan satu buket bunga mawar merah kepadaku, yang kuterima dengan senang hati.

Aku menang... Penampilan Terbaik!!!