Monday, March 23, 2009

Perpisahan Selamanya 3

Aku, Mama dan Papa menunggu Zilfa di kamar Rawat-Inapnya, kamar nomor 172. Tadinya sih, rencananya aku diajak pergi ke kantor Papa, tapi karena aku merengek, ya sudah, kita akhirnya menunggu Zilfa yang akan operasi kedua kalinya.

Papa meminjamkan laptopnya untuk kita, kebetulan di RS ada hotspot, jadi kita bisa berhubungan dengan dunia maya. Aku menunjukkan multiply-ku, facebook-ku juga friendster-ku. Zilfa sudah agak pulih, jadi dia sudah lumayan kuat. Dia tertawa riang melihat comment-comment lucu dari teman-temanku yang lain.

"Mmmm... Karin?" Katanya. Aku menoleh.

"Ada apa Zil?"

"Mmmm... Nanti, kalau udah selesai operasi, kamu bisa nggak buatin aku friendster? Tapi nanti, kalo aku berhasil menjalanin operasi kali ini, kamu buatin aku ya? Kalo operasinya nggak berhasil... Ya udah, nggak usah.." Pintanya dengan wajah memelas. Aku memeluknya.

"Tenang Zilfa! Aku mau buatin kamu!" Kataku. Pintu kamar Zilfa terbuka. Seorang suster masuk.

"Ibu Fira, sudah waktunya," Katanya pada Mama Zilfa.

"Baik."

"Ayo Zilfa!" Kata Suster itu mendorong kasur Zilfa.

"Ah.. Suster, aku pake kursi roda aja ya..???" Pinta Zilfa.

"Baiklah. Kali ini saja! Oke?" Kata Suster. Zilfa mengacungkan 2 jempolnya. Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku sahabatku itu.

Suster, Zilfa, Orang tua Zilfa berangkat ke ruang operasi duluan. Aku Mama dan Papa menyusul, karena harus membereskan laptop dahulu.

**********************

Zilfa sedang dioperasi. Dia ada didalam, diruangan operasi. Aku dan yang lainnya menunggu sambil harap-harap cemas. Sambil menunggu, aku berzikir dalam hati, berdoa semoga aku masih bisa melihat lesung pipi di wajah Zilfa.

Lama kemudian, pintu ruang operasi terbuka pelan. Dokter yang mengoperasi Zilfa keluar, dan menghampiri kami.

"Apakah anda semua anggota keluarga Zilfa?" Tanyanya. Tante Fira mengangguk pelan. Aku sudah menahan nafas.

"Maaf, Bu, kami semua sudah berusaha semampunya, tetapi..." Kata Dokter itu lagi. Aku tersentak kaget. Jadi...

"Operasinya tidak berhasil.." Sambung Dokter itu lagi. Aku langsung jatuh terduduk, dan gemetar hebat. Tangis Tante Fira pecah. Mama dan Papa meneteskan air mata. Air mata yang hangat jatuh menetes ke pipiku.

"Zilfa...!!!" Teriakku.

Bersambung.....

Maaf ya... masalah waktu!!!

MomoChan

Monday, March 16, 2009

Pencuri Kue 1

Aku Sylvia. Aku punya beberapa teman dekat, namanya Adrian, Revan dan Anggia. Awalnya, kami sama sekali tidak dekat. Tapi itu dulu, sebelum kami tahu bahwa kami sama-sama pecinta kue. Kami suka kue yang sama. Gateau Opera, Shortcake, Tiramisu, Eclair, hingga cookies-cookies imut nan renyah pun jadi kesukaan kami.

Suatu hari, Ayah Anggia pulang kerja dengan satu box SUPER besar bertuliskan "MAXIMUS Crowd de Cafe". Itu adalah cafe cake super enak. Kue-kue kesukaan kami yang enak-enak asalnya dari sana, MAXIMUS.
Anggia cerita, ternyata Ayah Anggia baru pulang dari presentasi saham dengan perusahaan besar yang terkenal. Perusahaan besar itu tertarik lalu bersedia membeli saham itu dengan harga tinggi. Sebagai peringatan keberhasilan itu, Oom Kafka (ayah Anggia) membeli satu box super guede berisi kue-kue yang tadi. Ia berniat membaginya pada kami.
Akhirnya, kami memutuskan akan mengadakan acara makan kue kecil-kecilan pada hari Jumat sore, yang jatuhnya besok. Acara itu akan diadakan di rumah Anggia.

* * * * *

Hari Jumat akhirnya tiba. Aku tidak sabar menunggu acara nanti sore.
Saat aku sedang mengisi waktu untuk menunggu, Revan menelponku.
"Hallo, ini Sylvia bukan?" tanya Revan di ujung telepon.
"Ya, ini Sylvia. Revan, ya? Ada apa?"
"Bisa nggak, kamu ke rumah Adrian sekarang?" suaranya terdengar panik, membuatku jadi bingung.
"Lho, kenapa?"
"Terlalu rbet untuk dijelaskan lewat telepon. Kalau bisa, cepat kamu kesini. Kami bertiga sudah ada didepan rumah Adrian," tukas Revan.
"Oh, baiklah,"
"Bagus. Kami tunggu," katanya. Lalu Revan memutuskan telepon. Aku segera berganti baju dengan overall jeans, lalu bergegas ke rumah Adrian.
Sesampainya disana, kulihat Anggia, Revan dan Adrian sudah berkumpul didepan rumah Adrian. Raut wajah mereka tampak gelisah. Aku jadi tambah bingung. Aku menghampiri mereka. Begitu melihatku, kulihat kelegaan menjalar dimuka Revan.
"Sylvia!" serunya.
"Ada apa, sih?" tanyaku bingung.
"Begini, ada sebuah insiden terjadi," kata Adrian.
"Insiden apa?"
"Kue-kue itu semuanya hilang. Tanpa berbekas," sahut Anggia lesu.
"Kue yang buat nanti sore itu?" tanyaku lagi. Kali ini aku panik. Anggia mengangguk.
"Lalu, kita harus gimana? Kan no cake no party!" kataku. Revan mengangguk setuju.
"Gak ada cara lain. Kita harus menyelidiki," kata Adrian. Aku saling pandang dengan anggia, lalu Revan.
"Oke," kataku. "Lets do it!"

Perpisahan Selamanya 2

"Hasil operasi anak Ibu..." Kata Dokter. Jantungku berdebar kencang. Zilfa...!!!
"Alhamdulillah berjalan dengan lancar, Bu," Sambung Dokter itu. Tante Fira jatuh terduduk sambil menangis haru. Aku langsung sujud syukur dan menangis. Zilfa... Kita masih bisa bicara!
"Tetapi, minggu depan ia harus operasi lagi," Sela Dokter. Aku yang sedang berlutut menangis haru berhenti bergerak. Apa? Operasi lagi?
"Kenapa?" Tanyaku.
"Masih ada yang belum selesai," Jawab Dokter pendek.
"Ibu, mari ikut saya," Sela Dokter lagi, mengajak Tante Fira dan Papanya Zilfa ke suatu ruangan. Aku jatuh terduduk. Kakiku gemetar dan lemas.
"Yuk, Rin, kita pulang." Ajak Ibu. Aku mengangguk pasrah.

*****************************************************

Satu minggu sudah berlalu. Aku sedang berada di kamar rawat-inap Zilfa di RS. Operasi Zilfa akan dimulai 15 menit lagi, dan aku akan menunggu bersama Zilfa. Karena bisa saja ini saat-saat terakhir Zilfa kan?